PENGENALAN
Teologi Pembebasan pada awalnya muncul di Eropah abad kedua puluh dan menjadi studi penting bagi agama-agama untuk melihat peranan agama membebaskan manusia dari ancaman globalisasi dan menghindarkan manusia dari berbagai macam dosa sosial, serta menawarkan paradigma untuk memperbaiki sistem sosial bagi manusia yang telah dirusak oleh berbagai sistem dan ideologi dari perbuatan mansuai sendiri (Wahono, 2000 : I ). Perkembangan Teologi Pembebasan di Eropah dilihat lebih pada pemikiran, seperti Gerakan sosial Aksi Katolik di Perancis hanya menyuarakan pandangan mereka sahaja tampa melakukan tindakan praktis ini lebih dikarenakan eropah adalah wilayah dominasi kuasa gereja
Pada Tahun 1930, ketidak stabilan ekonomi Dunia berdampak terhadap perkembangan ekonomi antar negara. Di Amerika Latin efeknya amat terasa terutama kebergantung ekspor barang mentah ke Eropah dan Inggeris, sebaliknya mereka juga mengimpor komoditi pabrik. Berahirnya perang dunia kedua harga barang-barang mentah jatuh dipasaran, ini mengakibatkan kekacaun perekonomian sampai pada ketidak mampuan untuk mengimpor barang. Ketidak stabilan ekonomi membuat negara mengambil tindakan industrialisasi untuk menekan lajunya tingkat inflansi, tetapi sebaliknya industrialisasi ini telah melahirkan ketidak seimbangan strata sosial masyarakat. Biaya hidup yang cukup tinggi mengakibatkan kemiskinan terjadi secara cepat dan konflik mulai merebak dimana-mana.
Defenisi Liberal teologi
Menurut Leonardo Boff, Teologi Pembebasan adalah pantulan pemikiran, sekaligus cerminan dari keadaan nyata, suatu praksis yang sudah ada sebelumnya. Lebih tepatnya, masih menurut Boff, ini adalah pengungkapan atau pengabsahan suatu gerakan sosial yang amat luas, yang muncul pada tahun 1960-an yang melibatkan sektor-sektor penting sistem sosial keagaman, seperti para elit keagamaan, gerakan orang awam, para buruh, serta kelompok-kelompok masyarakat yang berbasis keagamaan (Lowy, 1999 : 27).
Gustavo Gutierrez dalam ungkapannya teologi pembebasan adalah sebuah teologi yang tidak hanya merefleksikan dunia, melainkan juga mencoba melakukan proses transformasi terhadapnya. Ianya teologi pembebasan adalah teologi yang berupaya untuk melawan pelecehan terhadap martabat manusia, melawan perampasan oleh mayoritas, berupaya untuk membebaskan cinta dan membangun suatu masyarakat baru yang adil dan penuh persaudaraan untuk meraih rahmat dari Kerajaan Tuhan. (Alfred T. Hennelly, SJ, 1995: 16)
Kemunculan Pergerakan Teologi Pembebasan
Menurut Erizue Dussel merujuk kepada ucapan Bartolome de Las Casas pada tahun 1564. Saat itu Bartolome menyadari bahwa Tuhan telah memilihnya untuk membebaskan orang-orang Indian yang mengalami ketidakadilan. Akan tetapi kemunculan tersebut tenggelam pada masa kolonialisasi (1553-1808) karena praktek teologi Kerajaan Kristen yang menutupi praktek ketidakadilan.
Teologi Pembebasan mencuat kembali dengan ikut sertanya para teolog Amerika Latin dalam Konsili Vatikan II, tahun 1962-1965. Gerakan ini di cam oleh beberapa tokoh pemikir yang ternama seperti Jose Miguez-Bonito sebagai pemikir metodnya dan Rubem Alves sebagai ahli gereja, bahwa Roman Khatolik telah mengetahui kemunculan dari Teologi pembebasan terutamanya setelah Conference Vatikan II (1968). Saat itu Gereja Katolik ingin memperhatikan kebutuhan umat manusia dalam konteks hidupnya, yang semakin terbelengu oleh kemiskinan dan kekacaun.
Gustavo Gutierres adalah salah satu Imam atau Paderi dari Amerika Latin berkewarganegaraan Peru, yang mengikuti Converence Vatikan II beliau merupakan pengerak dari kemunculkan pemahaman Teologi Pembebasan. Gutierres berangapan ajaran yang disebarkan oleh gereja barat hanya membuat rakyat malas berfikir dan tidak berusaha keluar dari kemiskinan yang melanda, gereja hanya sibuk menyebarkan ajaran Yesus tampa mempedulikan masalah yang ada, menghimbauh umatnya untuk menerima dengan sabar dan bertahan menghadapi penderitaan dengan menjanjikan kaum miskin yang tertindas mendapatkan surga setelah kematian.
Gutierrez dalam bukunya berjudul A Theology of Liberation menyatakan: “If faith is a comitment to God and to human beings, it is not possible to believe in today’s world without a comitment to the process of liberation”. Bila iman adalah suatu komitmen kepada Tuhan dan umat manusia, maka mustahil keberimanan kita pada hari ini mengabaikan komitmen kepada proses pembebasan umat manusia (dari segala kemiskinan dan penindasan) (Alfred T. Hannelly, 1995: 11).
Gutierres memandang harus adanya suatu pengerak untuk melakukan perubahan pola pikir rakyat terhadap ketidak stabilan kondisi ekonomi, politik, ketidak pedulian Gereja terhadap rakyat dan jurang kemiskinan, iaitu melalui doktrin atau ajaran-ajaran penting yang bersingugan lansung dengan kehidupan rakyat, doktrin ini lah yang boleh memicu kemunculan Teologi Pembebasan. pertama, gugatan moral dan sosial yang amat keras terhadap ketergantungan pada kapitalisme sebagai suatu sistem yang tidak adil dan tidak beradab, sebagai suatu bentuk dosa struktural. Kedua, penggunaan alat analisis Marxisme dalam rangka memahami sebab musabab kemiskinan, pertentangan-pertentangan dalam tubuh kapitalisme dan bentuk-bentuk perjuangan kelas. Ketiga, pilihan khusus bagi kaum miskin dan kesetiakawanan terhadap perjuangan mereka menuntut kebebasan. Keempat, pengembangan basis kelompok-kelompok masyarakat agama di kalangan orang-orang miskin sebagai suatu bentuk baru keagamaan dan alternatif terhadap cara hidup individualis yang dipaksakan oleh sistem kapitalis. Kelima, suatu penafsiran baru Kitab Suci yang memberikan perhatian penting pada bagian-bagian yang mengusung paradigma perjuangan pembebasan rakyat yang diperbudak. Keenam, perlawanan terhadap permberhalaan sebagai musuh utama agama, yakni berhala-berhala baru: uang, kekayaan, kekuasaan, keamanan nasional, negara, militerisme, peradaban Barat. Ketujuh, sejarah pembebasan manusia adalah antisipasi akhir dari Keselamatan. Dan kedelapan, kecaman terhadap teologi tradisional yang bercorak platonik yang memisahkan antara sejarah kemanusiaan dan ketuhanan (Michel Lowy, 1999: 25-30).
Ajaran yang sekaligus menjadi kritikaan terhadap gereja, muncul sebagai pemahaman baru terhadap pandangan agama sampai pada pengunaan konsep Teologi Pembebasan iaitu Teologi Pembebasan merupakan refleksi bersama suatu komunitas terhadap suatu persoalan sosial, misalnya. Masyarakat terlibat dalam perenungan-perenungan keagamaan. Mereka mempertanyakan tanggung jawab agama itu seperti apa? Apa yang harus dilakukan agama dalam konteks pemiskinan struktural yang dilakukan oleh colonialis, imprealis, dan perusahan multinasional.
Gutierres dalam menyebarkan perlawan menentang gereja mengunakan ajaran Marx untuk melakukan perubahan iaitu perjuangan klas. Rakyat harus disadarkan, kemiskinan bukan penyakit turunan, keterbelakangan yang terstruktur harus dilawan dengan melakukan perubahan iaitu perubahan dari segi pengetahuan intelektual dan merubah status quo ekonomi. Konsep ini digunakan dengan mendiri beberapa Perguruan Tinggi. Sebaliknya ini menjadi alasan kuat untuk menubuhkan, ”Consenjo Episcopal Latino-Americano ”CELAM”. [1]
Pandangan ini melahirkan kebencian dari golongan elit dan penguasa, seperti pemerintah dan tentara, bahkan para kritikus kristian sekalipun mengangap Guiterres dan kawan-kawan adalah orang yang berdosa mengunakan ajaran Marx kedalam agama. Namun golongan Teologi Pembebasan mencangahnya dengan mengunakan konsep Bible. Lukas bab 1 ayat 51-53 perjanjian lama : ”Ia menurunkan orang-orang yang berkuasa dari tahtanya dan meninggikan orang-orang yang rendah. Ia melimpahkan segala yang baik kepada orang-orang lapar, dan menyuruh orang-orang kaya pergi dengan tangan hampa. Hujjah ini menisbihkan pengunaan ajaran marx akan tetapi pandangan Marx diakui oleh kelompok Liberal Teologi adalah sebagai alat analisis untuk mencabar kuasa elit yang dominan.
Pertikain ini membuat jurang antara sikaya dan simiskin semakin ketara, ketidak puasan golongan bawah membuat konfik menjadi-jadi dan kaum ploretar mencoba melakukan perlawanan dengan menyuarakan revolusi kekerasan, seperti Camilo Torres uskup dari peru bergabung dengan gerilyawan dan terbunuh di Bucaramnga Brasilias selatan pada tahun 1976, begitu juga dengan Pater Rutilio Grande dan Pater John Bosco Burnier Sj.
Pada tahun 1984, pihak Vatikan mengeluarkan instruksi kepada imam Khatolik untuk tidak terlibat aktif kedalam politik, memisahkan politik dengan agama dan melarang sama sekali pengunaan ajran Marx yang disebarkan oleh kritikus teologi pembebasan.
Intruksi Vatikan tidak begitu di respon terbukti ajaran teologi kebebasan menjalar kesrata dunia iatu dunia ketiga seperti Filifina, situasi negara yang sedang berkembang menjadikan jurang kemiskinan begitu ketara antara orang kaya dan orang miskin Kaum miskin ialah penduduk pedesaan yang bekerja sebagai buruh, anggota-anggota suku yang tergusur dari tanah leluhur dan kebudayaan. Selain itu juga pekerja anak, kaum perempuan, pekerja seks. Keadaan ini diperburuk dengan hutang luar negeri, kebijakan ekonomi yang merugikan kaum miskin, keberadaan pangkalan militer Amerika sebagai dominasi asing dan pemerintahan diktator Marcos. Dengan pengaruh teologi pembebasan, perjuangan rakyat yang didokong oleh kaum katolik berhasil mengulingkkan Perdana Mentri Ferdinan Marcos, dengan aksi masa. Teologi pembebasan di Filipina lebih dikenal dengan Teologi Perjuangan, perjuangan untuk membebaskan rakyat dari ketidak adilan.
Begitu juga dengan Korea, Teologi Pembebasan muncul dikarenakan oleh refleksi orang-orang Kristian miskin melalui penyadaran kaum buruh pabrik tentang penindaan yang dilakukan oleh kapitalisme, keadaan ini menimbulkak kemiskinan bagi pekerja miskin, tenaga perempuan dan kanak-kanak menjadi menjadi ekploitasi dari kapitalisme pabrik, sampai pada lahirnya Teologi Pembebasan dan di Korea Teologi ini di kenal dengan sebutan ”Minjung”[2]
KESIMPULAN
Tidak dapat dinafikan latarbelakang kemunculan Liberal teology dikarenakan oleh faktor ekonomi kapitalis, ekonomi yang menindas rakyat dan ketidak adilan dari golongan kaya terhadap kaum miskin. Semangat kebebasan kaum tertindas yang melawan ketidak adilan menantang kediktatoran adalah tindakan yang efektif bagi kaum teologi Pembebasan untuk mendapat keadilan, dan keterlibatan beberapa orang Imam gereja pemicu munculnya penentangan terhadap pengimplementasian ajaran yesus.
Perjuangan kaum tertindas yang menginginkan keadilan telah banyak menyadarkan golongan miskin untuk bangkit melakukan perlawan terhadap kemiskinan yang terstruktur kemiskinan yang di bentuk oleh kuasa ekonomi global dan peranan dari beberapa Imam gereja sekaligus menjadi pencetus lahirnya Teologi Pembebasan memberi semangat bagi kaum terdiskriminasi.
RUJUKAN
Amaladoss, Michael, Teologi Pembebasan Asia, Penerbit Pustaka Pelajar dan Insist, Yogyakarta, 2000.
Hennelly, Alfred T., Liberation Theologies: the Global Pursuit of Justice, Twenty-Third Publication, USA, 1995
Lowy, Michel, Teologi Pembebasan, Penerbit Insist dan Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1999
Wahono Nitiprawiro, 2000, Teologi Pembebasan ; Sejarah, Metode, Praksis, dan Isinya, Yogyakarta : LKiS
Jurnal Kuliah ” A Brief Overview of Liberation Theologi”.
[1] Dalam sidang Celam,1,2,3, 1962, 1968, 1979 di Medellin, Colombia dan Meksiko. Menyifatkan gereja-gereja khatolik memikirkan masalah-masalah aktual, budaya ekonomi dan menyimpulkan penindasan telah menjelma menjadi kekerasan yang terinstitusi, dan Mengecam Marxsi sebaliknya mengutuk kapitalisme, kedua ajaran ini membuat manusia menjadi budak ambisi kekayaan, kekuasaan, sex, dan kenikmatan duniawi yang mengrogoti hubungan manusia dengan tuhan. Dan pada sidang Celam inilah lahirnya buku Teologi Pembebasan karya Gustavo Guiterres.
[2] Minjug adalah sebutan untuk mereka yang tertindas secara ekonomi, dan sosial politik. Teologi Minjung dipengaruhi oleh alam pikir timur tentang Han dan Dan. Han adalah perasaan gusar, susah, marah, tak berdaya sebagaimana dialami mereka yang tertindas. Sedangkan Dan ialah cara pemecahan persoalan Han, yaitu dengan penyangkalan diri untuk melepaskan diri dari impian hidup enak.
Tuesday, September 16, 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment